BIOGRAFI RA KARTINI
Raden Adjeng kartini Djojo Adhiningrat atau yang sering disebut degan RA kartini lahir di Jepara Jawa Tengah tepatnya Jepara pada Sein, 21 April 1897 dan wafat pada 17 september 1904 di kabupeten Rembang. Ayang yang bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat merupakan bupati Jepara. Kartini merupakan keturunan ningrat. Hal tersebut bisa dilihat dari silsilah keluarganya. kkartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari NyaiHaji Siti Aminah da Kyai Haji Madirono. Dari sisi ayahnya, silsilah kartini dapat dilacak hinga Hamengkubuwana VI. Garis keturunan Bupati sosrongingrat bahkan dapat ditilik kembali ke istana kerajaan Majapahit. Semenjak pangeran Dangirin menjadi bupari Surabaya ada abad ke-18, nenek moyang Sosroningrat mengisi banyak posisi penting di Pangreh Praja. Ayah kartini pada mulanya adalah seseorang Wedana di Mayong.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari semua saudara sekandung, kartini adalah anak perempuan tertua. Di usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Disini antara lain karitini mempelajari bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di ruham karena sudah bisa dipinggit. Beliau bersekolah hanya sampai dasar. Ia berkeinginan untuk melanjutkan sekolahnya, tapi tidak diizinkan oleh orangtuanya. Sebagai seorang gadis, Kartini harus menjalani masa pingitannya hingga sampai waktunya menikah. Ini merupakan suatu adat yang harus dijalankan pada waktu itu, Kartini hanya dapat memendam keingingiannya untuk bersekolah tinggi.
Unutungnya beliau gemar membaca dari buku-buku, koran, sampai majalah eropa. Kartini tertarik pada kemajuan peremuan Eropa. Kartini banyak memaca surat kabar Semarang De Locomotief yang di asuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paker majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Diantaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Diantara buku yang dibaca berbahasa Belanda. Pikirannya Menjadi terbuka lebar, apalagi setelah membandikan keadaan wanita di Eropa dengan wanita Indonesia. Sejak itu, timbullah keinginan beliau untuk memajemukan perempuan pribumi yang pada saat iru berada pada status sosial yang rendah. Ia ingin memajukan wanita Indonesia melalui pendidikan. Untuk itu, beliau mendirikan sekolah bagi gadis-gadis di Jepara, Muridnya berjumlah 9 orang yang terduru daru kerabat atau famili.
Disamping itu, Ia banyak pula menulis surat untuk teman-tmannya orang Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dalam surat itu ia melampiaskan cita-citanya untuk menuntut persamaan hak dan kewajiban antara pria dan wanita. Kartini pun kemudian beberapa kli megirimkan tulisannya dan akhirnya dimuat di De Hollandsche Lelie, sebuah majalah terbitan Belanda yang selalu ia baca. Dari surat-suratnya, tampak Kartini membaca apa saja danga penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Terkadang Kartini menyambut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhataiannya tidak hanya saemata-mata soal mansipasi wanita, tapi juga maslah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagaai bagian dari gerakan yang lebih luas.
Beliau sempat mendapatkan beasiswa dari pemerintahan Belanda karena tulisan-tulisan hebatnya, namun ayahnya pada saat itu memutuskan agar Kartini hatus menikah dengan R.M.A.A. Singgi Djojo Adhiningrat, Bupati Rembang, kala itu yang sudah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. sejak itu, Kartini harus hijrah dari Jepara ke Rembang mengikuti suaminya. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberikan kebebasan dan didukung mendirikan sekolah di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.
Kartini memiliki seorang anak laki bernama Soesalit Djojoadhiningrat, yang dilahirkan pada tanggal 13 september 1904. Selang beberapa hari pasca melahirkan, kartini tutup usia pada tanggal 17 september 1904. Kartini meninggal usia 25 tahun. Beliau dimakamkan di desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Unutuk menghormati kegigihan beliau, didirikan sekolah wanita oleh Yayasan Kartini di semarang pada tahun 1912, kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama Sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan Kartini pada teman-temannyga di Eropa. Abendanon saat itu menjabat sebagai mentri kebudayaan, agama, dan kerajinan Hindia Belanda. Buku itu berjudul Door Duistenis tot Licht yang artinya " Dari Kegelapan Menuju Cahaya". Buku kumpulan suart Kartini ini diterbitkan pada tahun 1911. Buku ini dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat Kartini
Pada tahun 1922, Balai pustaka menerbitkannya dalam bahasa melayu dengan judul yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang : Boeah Pikiraan, yang merupakan terjemahan oleh empat saudara.Kemudian tahun 1938, keluarlah Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn Pane seorang sastrawan Pujangga Baru. Armijn membagi buku menjadi lima bab pembahasan untuk menunjukkan perubahan cara berpikir Kartini sepanjang waktu korespondensinya. Versi ini sempat dicetak sebanyak sebelas kali. Surat-surat Kartini dalam bahasa Inggris juga pernah diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Jawa dan Sunda.
Terbitnya surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, antara lain W.R. Soepratman yang menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini.
Surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa, sehingga menimbulkan simpati dari masyarakat Belanda dan menentang kebijakan-kebijakan parlemen Belanda yg merugikan kaum pribumi Jawa...Kartini telah memikirkan tentang pendidikan kaum wanita di masyarakat Jawa pada waktu itu yg terpaku dengan segala adat-adatnya yang kaku, seolah wanita sudah tidak perlu pendidikan, bisa bahasa Belanda saja sudah cukup, kemudian tinggal menunggu dinikahi dan kemudian dimadu.Kartini telah memikirkan ini di awal 1900-an.
http://www.biografipahlawan.com/2014/11/biografi-ra-kartini.html
Pada tahun 1922, Balai pustaka menerbitkannya dalam bahasa melayu dengan judul yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang : Boeah Pikiraan, yang merupakan terjemahan oleh empat saudara.Kemudian tahun 1938, keluarlah Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn Pane seorang sastrawan Pujangga Baru. Armijn membagi buku menjadi lima bab pembahasan untuk menunjukkan perubahan cara berpikir Kartini sepanjang waktu korespondensinya. Versi ini sempat dicetak sebanyak sebelas kali. Surat-surat Kartini dalam bahasa Inggris juga pernah diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Jawa dan Sunda.
Terbitnya surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, antara lain W.R. Soepratman yang menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini.
Surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa, sehingga menimbulkan simpati dari masyarakat Belanda dan menentang kebijakan-kebijakan parlemen Belanda yg merugikan kaum pribumi Jawa...Kartini telah memikirkan tentang pendidikan kaum wanita di masyarakat Jawa pada waktu itu yg terpaku dengan segala adat-adatnya yang kaku, seolah wanita sudah tidak perlu pendidikan, bisa bahasa Belanda saja sudah cukup, kemudian tinggal menunggu dinikahi dan kemudian dimadu.Kartini telah memikirkan ini di awal 1900-an.
http://www.biografipahlawan.com/2014/11/biografi-ra-kartini.html

Komentar
Posting Komentar